Mengenang Wafatnya KH. Mukmin, Kiai ‘Alim Yang Tetap Merendah

 Mengenang Wafatnya KH. Mukmin, Kiai ‘Alim Yang Tetap Merendah

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, sampun kapundut sowan dateng ngarsonipun Allah Swt inggeh meniko KH. Mukmin, pengasuh Ponpes Sendang Agung Al-Falah Mlorah, mugi-mugi pinaringan khusnul khatimah amal ibadahipun diterima di sisi Allah. Amin. Al-Fatihah.

Demikian bunyi pesan tepat pukul 05.37 WIB tadi pagi di WA group Mlorah Info Centre (MIC). Seolah tidak percaya. Hingga wafat Selasa Pahing, 26 Januari 2021, KH Mukmin tercatat sebagai Mustasyar MWC NU Rejoso Nganjuk. Banyak alumni PP Sendang Agung yang berkiprah di lingkup MWC NU Rejoso. Terutama di IPNU dan IPPNU, baik tingkat ranting hingga PAC.

Ya, berita itu sangat mendadak dan tidak mengira beliau akan pergi secepat itu. Meski beberapa bulan lalu tersiar kabar beliau sakit. Namun tidak menduga jika akhirnya beliau pergi untuk selama-lamanya. Mengingat usianya juga belum tergolong sepuh.

Ngaji Serius

Secara pribadi, saya mengenal KH Mukmin adalah sosok guru ngaji yang tipe pekerja keras. Ketika belum hijrah menimba ilmu ke Jombang, hampir setiap pagi hari, saya menjumpai beliau berjualan tahu. Berkeliling ke kampung naik sepeda motor jadulnya itu. Bahkan hingga ke desa-desa tetangga.

Jiwa kewirausahaan inilah yang juga diwariskan kepada para muridnya. Santri tidak hanya diajarkan ilmu agama. Namun juga bagaimana mandiri secara ekonomi. Terutama setelah mereka nanti lulus dari pondok yang dipimpinnya.

Rona wajah yang bersahaja, kalem dan ‘alim selalu tampak dari beliau. Dengan semua orang yang dijumpai, beliau selalu menyapa. Orang di desa kami menyebutnya dengan istilah grapyak. Sosok murah senyum dan egaliter.

Sifat ini juga diajarkan kepada para muridnya. Tentu, almarhum sudah melakukannya terlebih dulu dengan mudah bergaul. Tidak memandang status sosial dari orang yang dijumpai. Tidak heran jika para santrinya makin hari makin banyak.

Kiprah KH Mukmin dalam dunia dakwah di Desa Mlorah dimulai dari mushola dekat rumahnya. Lokasinya di utara Jalan Gajah Mada. Sedangkan kediaman beliau di selatan gang ketujuh di desa kami itu. Muridnya tidak lain adalah teman-teman sebaya dengan saya.

Sebagai anak desa, dolan bareng dengan teman sebaya adalah hal berharga. Dulu ada tradisi di kalangan anak-anak untuk keluyuran di siang hari. Saat bermain di sekitar mushola gang ketujuh itu, teman-teman menjulukinya dengan istilah ngaji serius.

Kami yang mengaji di mushola gang dua agak santai. Meskipun agak nakal. Mulai diajari almarhum Pak Giman hingga KH Mat Syaban. Hingga harus disatukan di dalam lembaga TPQ kala itu di gang satu. Gurunya mulai Pak Imam Hartoyo, yang sekarang ketua MWC NU Rejoso, Pak Hari, Pak Mahfudz, Pak Diyono dan sebagainya.

Nah, mushola di depan KH Mukmin ini termasuk sistem pengajiannya lumayan disiplin. Apalagi jika dibandingkan dengan TPQ dan mushola-mushola yang lain. Menurut cerita teman, beliau mengajar dengan sistem yang ketat. Pelajarannya pun bermacam dan “agak sulit” untuk ukuran saya.

Saya sendiri ketika ditanya teman dari mushola gang tujuh soal materi ngaji pun hanya melongo. Tidak bisa menjawab, tahu saja tidak. Maka tidak heran jika para murid yang mengaji di langgar gang tujuh lumayan “berbobot” dibanding kami. Alumninya banyak meneruskan ke jenjang pesantren di luar kampung kami. Terutama pondok pesantren terkenal di Nganjuk.

Konon, mushola gang tujuh ini cikal bakal dari pengajian di Pondok Pesantren Sendang Agung Al-Falah yang didirikan almarhum sejak tahun 1998. Cuma lokasinya sekarang diperluas di selatan gang desa. Bahkan mendirikan mushola lebih besar tersendiri di belakang rumah KH Mukmin.

Lokasi pondok ini akan terlihat dengan jelas di sisi barat jalan protokol Nganjuk-Bojonegoro. Tepatnya sebelah selatan sebelum masuk Dusun Mlorah. Bahkan jenazah almarhum juga dimakamkan di barat mushola pondok tersebut.

Beberapa tahun terakhir, saya mendengar perkembangan pesat di pondok situ. Meski para murid dan santrinya belum ada yang tinggal dan mukim di lokasi. KH Mukmin pun tetap menjalankan usahanya yang berjualan tahu.

Sikap Merendah

Suatu ketika, saya sowan ke beliau. Waktunya belum malam larut, baru saja jamaah sholat Isyak selesai. Saya hendak menulis sejarah singkat beliau dan lembaga pendidikan yang telah didirikan. Ini karena ada sisi menarik dari sosok beliau.

Setelah berbasa-basi sebentar, saya sampaikan tujuan sowan. Dengan serius duduk menghadap ke barat, beliau mendengar paparan saya. Termasuk bentuk tulisannya nanti yang tidak panjang dan ringan. Hanya sekitar 2-3 halaman untuk dimuat di media massa.

Namun yang kaget adalah jawaban dari beliau. Dengan bahasa kalemnya, beliau tidak berkenan untuk diwawancarai. Justru menyebut beberapa nama tokoh agama di desa kami. Menurutnya, nama-nama itulah yang lebih layak untuk ditulis.

Saya pun berusaha meyakinkan beliau. Terutama dari sudut pandang mana penulisannya. Yang itu belum dimiliki tokoh-tokoh lain yang disebutkan tadi. Obrolan itu pun menjadi serius hingga sekitar pukul 21.45 WIB.

Di akhir pertemuan justru beliau berpesan secara pribadi kepada saya. Bahwa sebagai tanah leluhur, saya diminta untuk jangan sampai melupakan kampung halaman. “Tolong ngrewangi ngurip-nguripi agomo ning deso kene, opo maneh sampean yo pernah mambu pondok gedhe soko Jombang,” pesannya ketika itu.

Saya yakin, jika KH Mukmin masih hidup, beliau tidak berkenan saya menulis kisah singkat hidupnya ini. Namun ada sisi pelajaran hidup yang bisa kita petik dari sosok almarhum. Dan, itu harus disebarkan dan diteruskan oleh yang lain.

Pribadi yang mudah bergaul dan pekerja keras. Setidaknya dua hal itu yang saya garis bawahi dari tulisan singkat ini. Kalau soal keilmuan yang dimiliki, saya sudah tidak berani komentar. Cukup dengan hormat dan angkat topi.

Selamat jalan Kiai Mukmin. Bersitirahatlah dengan tenah di alam barzah sana. Kami yakin, kebaikan Panjenengan selama di dunia, akan dibalas Gusti Allah Swt dengan berbagai kenikmatan di sana.

Panjenengan adalah orang baik di kampung halaman kami. Biarkan kami meneruskan perjuangan Panjenengan. Tentu dengan akomodasi, inovasi dan akselerasi yang tiada henti. Lahul Fatihah…

Oleh : Mukani
(dosen STAI Darussalam Krempyang Nganjuk, pengelola Griya Pustaka Kayangan (GPK) Jombang dan pengurus LTN PWNU Jawa Timur).

Digiqole ad

Hafidz Yusuf

Related post