Pernah merasa bingung saat melihat iklan besar di jalan, tapi informasi soal asal uangnya samar? Saya juga. Rasa ingin tahu itu nyata ketika kita memilih.
Kisah ini tentang aliran uang dan kewajiban yang harus diungkap. Secara hukum, semua pembiayaan untuk kegiatan peserta pemilu harus tercatat: dari kas partai atau pasangan calon, sumbangan perorangan, hingga aturan larangan sumber tertentu.
Masalahnya, publik sering tidak mendapat informasi cukup sebelum hari pemungutan suara. Siklus pelaporan dan audit membuat data lengkap muncul belakangan, sehingga pemilih sulit menilai calon secara penuh.
Kami akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan kewajiban pembukuan, rekening khusus, serta dokumen seperti LADK, LPSDK, dan LPPDK. Tujuannya sederhana: agar suara Anda tidak terpengaruh oleh sumbangan yang tak jelas sumbernya.
Konteks, aturan, dan kenapa transparansi dana kampanye itu krusial
Keberadaan rekening khusus dan pembukuan rinci bukan sekadar formalitas—itu penopang akuntabilitas.
UU Pemilu mewajibkan setiap peserta membuka rekening khusus, mencatat identitas penyumbang, dan memasukkan semua barang atau jasa ke pembukuan. Ada pula pembatasan tegas: sumber asing, instansi pemerintah, dan hasil tindak pidana dilarang menjadi sumber dana.
Kerangka hukum: kewajiban pelaporan, rekening khusus, dan audit KAP
- Pelaporan berjenjang: LADK, LPSDK, dan LPPDK sebagai dasar untuk audit KAP.
- Sumbangan uang wajib disetor ke rekening khusus dan dicatat lengkap (nama, pekerjaan, jumlah, alamat, telepon).
- Audit independen memverifikasi penerimaan dan penggunaan sesuai peraturan.
Tujuan transparansi: membantu publik “cerdas memilih” dan mencegah konflik kepentingan
Data terbuka soal penerimaan membuat publik dapat menilai siapa mendukung calon atau partai politik. Ini juga membantu pengawas menilai kepatuhan terhadap pembatasan dan mencegah pengaruh berlebih pasca pemungutan suara.
| Kewajiban | Isi | Tenggat | Tujuan |
|---|---|---|---|
| Rekening khusus | Semua setoran uang sumbangan | Sepanjang masa kampanye | Jejak keuangan jelas |
| Pembukuan | Identitas penyumbang dan jenis sumbangan | Kontinyu | Akuntabilitas |
| Pelaporan | LADK / LPSDK / LPPDK | Sesuai jadwal UU | Dasar audit KAP |
| Pemblokiran sumber terlarang | Sumbangan asing, BUMN, hasil pidana | Segera dilaporkan | Mencegah konflik kepentingan |
dana kampanye miliaran, laporan transparansi dana kampanye: temuan, kesenjangan, dan tanda tanya besar
Data resmi dan realita di lapangan tampak berbicara dalam bahasa berbeda.
SIKADEKA per 15 Januari 2024 mencatat penerimaan pasangan calon sangat variatif: Anies-Imin Rp2,6 miliar; Prabowo-Gibran Rp33,4 miliar; Ganjar-Mahfud Rp91,8 miliar. Angka itu tampak kecil jika dibandingkan aktivitas publik yang masif.
Penerimaan resmi vs skala kegiatan
Pengeluaran yang terlihat di lapangan, seperti baliho, acara, dan iklan digital, seringkali melebihi angka yang tercatat.
Contoh: belanja iklan Meta dari akun resmi mencapai sekitar Rp1,6 miliar, plus hampir Rp3 miliar dari akun pendukung.
Perbandingan 2019 vs 2024
Dalam titik waktu serupa, perbandingan historis menunjukkan gap besar. Estimasi konservatif menempatkan kekurangan sekitar Rp377 miliar pada 2024 jika dibanding 2019.
Publikasi agregat dan tenggat pasca-pemungutan
KPU memublikasikan data agregat tanpa nama penyumbang. Praktik ini menyulitkan pemeriksaan sumbangan per entitas.
Selain itu, tenggat pelaporan dan audit jatuh setelah hari-H, sehingga detail penerimaan pengeluaran dana muncul terlambat bagi publik.
| Aspek | Catatan | Angka / Jadwal |
|---|---|---|
| Penerimaan resmi | SIKADEKA per 15 Jan 2024 | Anies Rp2,6M; Prabowo Rp33,4M; Ganjar Rp91,8M |
| Pengeluaran tercatat | Laporan pengeluaran per 15 Jan 2024 | Anies Rp145M (selanjutnya 0); Prabowo Rp28,8M; Ganjar Rp0,65M |
| Iklan digital | Meta Ad Library (12 Okt–9 Jan) | Resmi Rp1,6M + pendukung ~Rp3M |
| Tenggat pelaporan | Waktu publikasi rinci | LPPDK 15 hari; audit 30 hari; publikasi 10 hari |
Dampak keadilan kompetisi, peran KPU-Bawaslu, dan langkah perbaikan yang realistis
Akses data penerimaan dan pengeluaran menentukan seberapa adil medan persaingan politik. Tanpa data granular, risiko politik uang meningkat. Donasi besar yang tak tercatat bisa memengaruhi kebijakan presiden wakil presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif pasca-pemilu.
Bawaslu dan KPU harus bekerja sama dengan PPATK agar pengawasan menjadi preventif, bukan reaktif. Temuan PPATK soal transaksi mencurigakan dan aliran asing menegaskan urgensi pelacakan sampai ke individu penyumbang.
Langkah praktis untuk memperbaiki sistem
- Mewajibkan publikasi rinci penyumbang (nama & nilai) dan format yang bisa dibaca mesin.
- Memberi Bawaslu akses langsung ke data granular KPU dan integrasi dengan PPATK.
- Mewajibkan platform besar melaporkan belanja iklan politik lintas kanal.
| Masalah | Solusi | Hasil yang diharapkan |
|---|---|---|
| Ketidakselarasan pengeluaran vs penerimaan | Verifikasi silang invoice platform | Data pengeluaran lebih dapat dipercaya |
| Keterlambatan publikasi pra-pemungutan suara | Update periodik pra-H | Pemilih mendapat informasi sebelum memilih |
| Kekurangan kewenangan KPU untuk investigasi | Sistem rujukan cepat ke aparat penegak hukum | Pelanggaran ditindak lebih cepat |
Untuk referensi teknik pelaporan dan akuntabilitas, lihat rekomendasi mengenai akuntabilitas belanja iklan. Implementasi langkah ini akan memperkecil jurang antara penerimaan dana kampanye dan pengeluaran nyata, serta memperkuat kepercayaan publik pada proses politik dan suara yang dihasilkan.
Kesimpulan
Keterbukaan sumber dan pengeluaran harus jadi standar agar persaingan politik tetap adil.
Ketidakselarasan antara penerimaan resmi dan aktivitas di lapangan menurunkan kepercayaan publik. Audit KAP, peran KPU dan Bawaslu, serta akses ke data rinci penting untuk memperbaiki praktik ini.
Para pasangan calon, partai, dan tim wajib menjadikan kepatuhan sebagai strategi. Publikasi penyumbang yang dapat dibaca mesin, verifikasi iklan digital, dan pelaporan yang konsisten akan memperkecil celah antara angka dan realitas.
Transparansi bukan sekadar teknis. Ini soal integritas politik, menjaga suara pemilih, dan memastikan pembiayaan kampanye bekerja untuk kepentingan publik, bukan sekelompok individu.
